Rabu, 08 Februari 2012

"Hai (wave)" (2nd letter)

Dear Hun,

Engga nyangka ya? Berawal dari kata "Hai (wave)" yang aku ketikkan di privat message melalui tuts-tuts keyboard komputer warnet dekat kostku dulu menjadi awal perkenalaan kita melalui dunia maya.

Beberapa hari kemudian kamu membalasnya dan kita mulai terlibat perbincangan tentang sekolah, tempat tinggal dan hal-hal ringan lainnya tentang kehidupan kita sehari-hari.Setelah itu kita tidak bertegur sapa lagi karena memang sepertinya kamu jarang log in di jejaring sosial bernama plurk itu.

Hingga akhirnya beberapa minggu kemudian kamu muncul lagi dan memberikaan komentar-komentar pada status yang aku tulis di lini-waktu plurkku. Tak ada yang spesial pada awalnya, tapi entah mengapa semakin lama beberapa karakter yang kamu tulis di plurk responses-ku menciptakan kecocokkan antara aku dan kamu. Kecocokkan yang tercipta hanya melalui dunia maya. Hal itu berlanjut hingga akhirnya kamu menuliskan sesuatu di akun facebook-mu yang membuatku melongo, terhenyak sejenak dan kemudian tersenyum kecil.
Bagaimana mungkin kamu menyukai aku, seseorang yang bahkan belum pernah kamu temui?

Kamu sangat baik. Bahkan terlalu baik kepadaku sebagai seseorang yang belum pernah kamu ketahui wujud aslinya. Aku masih ingat ketika kamu berusaha menolongku mencarikan kode PUK simcard-ku yang waktu itu terblokir karena kecerobohanku. Padahal waktu itu hampir jam 12 malam, tapi kamu nekat ke warnet hanya untuk mencarikan kode PUK itu. Tidak hanya satu atau dua jam kamu mengakses internet hanya untuk mencarikan 10 digit barisan angka yang sangat aku butuhkan, tapi ternyata menjelang pagi kamu baru dapat menemukannya.
Tak hanya kehilangan waktu istirahatmu, tapi ternyata kamu juga kehilangan dompetmu yang tidak sengaja jatuh sepulang dari warnet dan kamu juga tidak masuk sekolah karena akhirnya kamu jatuh sakit akibat kekurangan istirahat.
Maafkan aku yang selalu saja merepotkanmu. Tentu saja masih banyak hal-hal baik yang telah kamu lakukan untukku. Padahal tidak banyak hal yang dapat aku perbuat untuk membantumu. Bahkan aku telah menyakitimu.


Maafkan aku yang pernah mengendap-endap keluar dari hatimu. Maffkan aku yang pernah menganggap cintamu itu absurd. Maafkan aku yang telah menukar kamu dengan dia yang aku anggap lebih nyata dibanding kamu. Hingga akhirnya kusadari, ternyata kamu memang tak sebanding dengan dia.
Ketulusanmu jauh lebih nyata...

Aku menyesal. Maaf...

Aku sempat berfikir, bagaimana mungkin akhirnya kamu memberikan maaf setelah aku meninggalkanmu terlalu jauh. Tapi mungkin ada kalanya kamu kembali kepada akal sehatmu dan menyadari betapa jahatnya aku, kamu kembali acuh kepadaku.
Ah, ternyata begini rasanya jika tidak mendapat balasan pesan dari orang-yang-benar-benar-aku-sayangi.
Sesak.
Sering kali aku membasahi selimut dengan air mataku disaat aku ingin terlelap, tapi ternyata memori-memori tentang kamu muncul dengan tiba-tiba.
Inilah harga yang harus aku bayar atas segala perbuatanku. Sekarang aku merindukan momen-momen saat kamu menyemangati aku untuk ulangan, mendo'akan agar hariku menyenangkan, dan menghibur ketika aku bete gara-gara omelan mama.
Ya. Walaupun itu hanya melalui pesan-pesan pendek yang kamu kirim ke handphone-ku. Sering kali pesan-pesan itu menjadi sebab akan senyum yang tersungging di bibirku.

Hun, Jika mengingatku hanya akan membuatmu sakit dan menjauh dari tujuan hidupmu, mungkin memang inilah yang terbaik. Menjauhlah dari aku. Gantilah aku dengan hal-hal yang baru. Hal yang mampu membuatmu lebih maju dan melupakan kesedihanmu. tapi aku juga ingin kamu tahu, aku menyayangimu lebih dari saaat sebelum aku meninggalkanmu.

-irazzhi

0 komentar:

Posting Komentar